Coretan Akhwat

Seperti senja-senja sebelumnya, senja itu sepasang kakek nenek duduk-duduk di beranda, menunggu adzan maghrib.

"Tak terasa waktu berjalan begitu cepat & sekarang kita sudah tua begini. Tuwo, kari ngenteni metune nyowo," kata si nenek sambil menatap mentari di ufuk barat.
"Aku berharap dalam doaku, jika waktu itu tiba, Aku harap Gusti Allah memanggilmu lebih dulu," kata si kakek tanpa menoleh ke si nenek.

Dooor.... Terasa seperti disambar petir hati si nenek mendengar kata-kata itu.

"Apa suamiku sudah tak cinta padaku?
Apa dia bosan hidup denganku hingga dia tak mau kutemani lagi? Ataukah dia berharap setelah sepeninggalku, dia bisa menikah lagi?"

Segala kecambuk timbul di hati si nenek.Tapi si nenek teringat kesepakatan mereka ketika baru menikah, kesepakatan buat saling terbuka agar ada saling percaya.
Tidak mau berlama-lama su'udzon, dengan ragu-ragu si nenek berkata, "Pak, apa maksud kata-kata Bapak barusan? Kenapa Bapak berkata seperti itu? Apa Bapak udah tidak....."si nenek enggan melanjutkan kata-katanya.

"Hem?" si kakek menengok ke arah si nenek, ditemukannya sepasang mata yang penuh tanya & sebesit kecewa. Barulah si kakek mengetahui istrinya belum paham maksudnya.

"Ketika Emak pergi, Bapak ingin menyolatimu & ngurus semua keperluanmu, Bapak ingin ngantar Emak dg pnuh keridhoan,Bpk hrp dg bgtu Gusti Allah b'knan nempatin Emak d surgaNYA. Barulah setelah itu aku dapat pergi dengan tenang, "kata si kakek sambil tersenyum.

"Bapak..," hanya itu kata yang sanggup keluar dari mulut si nenek, tiba-tiba tenggorokannya tercekat oleh rasa haru, tangisnya tumpah sudah.

--Sumber : ra3's fiction area--

Ikhwah baca juga yang ini