Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa mati, sedang ia tidak pernah berjihad dan tidak mempunyai keinginan untuk jihad, ia mati dalam satu cabang kemunafikan." Muttafaq Alaihi.

Kisah Mualaf I

Perkenalannya tidak sengaja, ketika murobi dalam pengajian liqo minta bantuan saya untuk menguruskan KTP (kartu tanda penduduk) dan akte keluarga serta berkas-berkas lain untuk pengurusan kartu miskin untuk mba ‘ K ’ yang berbaring di RS akibat tabrak lari. Dia cerita KTPnya hilang, surat nikahnya dibakar suami dan beberapa hari dia tidak makan, akhirnya kutahu bahwa dia mualaf, inilah cerita hidupnya :
Saya “K“ lahir di lingkungan yang mayoritas Kristen. Ayahku pensiunan Polri, pernah menjabat sebagai anggota DPRD, ibuku aktivis gereja Kristen. Saya bekerja di Kota “K", di kota inilah saya mendapat mimpi yang sebelumnya saya tidak pernah bayangkan. Saya mimpi sholat dengan rukuh warna putih berenda merah muda, dengan sajadah warna merah hati, saya sholat didampingi seseorang berjubah putih dan berkerudung putih membimbing saya sholat mulai dari takbir hingga salam. Saya tidak pernah tau sebelumnya sholat itu bagaimana dan seperti apa, dari beliau inilah saya tau kalau inilah ibadah yang sesungguhnya. Saya beranikan diri melihat wajahnya, wajahnya bercahaya putih menghadap kiblat. Dulu ibu menginginkan saya menjadi pendeta. Saya dididik ibu menjadi nasrani yang kuat di rumah dan sering dilibatkan dalam kegiatan gereja. Setelah mimpi sholat 3 hari setelah itu mimpi lagi. Saya melihat kiamat, bumi terbelah dan menelan banyak manusia, langit yang runtuh banyak orang berteriak – teriak mencari Nabi Muhammad. Mereka bersholawat, inilah sholawat yang pertama kali saya dengar. Tiga kali saya bermimpi seperti ini dan kemudian saya mendengar adzan magrib yang membuat saya merinding. Jam 12 malam saya bangunkan teman kost saya dan mengatakan bahwa saya mau masuk Islam.

Dua tahun kemudian saya menikah dengan orang yang saya pikir dapat membimbing saya dalam mendalami Islam, ternyata saya keliru suami saya adalah penjudi, suka main perempuan, mabuk dan temperamental. Saya sering mengalami kekerasan fisik dan sempat down untuk beberapa lama. Saya dikaruniai 2 orang putri. Karena saya tidak kuat dengan siksaan demi siksaan lahir dan batin, saya keluar dari rumah, dengan mengumpulkan keberanian saya kontrak dengan putri saya Saya jualan kecil-kecilan untuk menyambung hidup dari tabungan sedikit yang masih tersisa, dari sinilah saya bertahan hidup dengan putri saya yang masih balita ( 2tahun ). 8 Maret 2008 saya kecelakaan, tangan kanan patah tulang dan kepala dijahit karena terbentur aspal, Kemudian saya dibantu untuk rawat jalan dan modal untuk jualan dari temen-temen. Suami saya datang meminta uang karena kalah judi. Saya dipukuli, beberapa memar dan luka-luka, kejadiannya jam 11 malam. Saya ditolong drg. Retno dan tidur di rumahnya meminta perlindungan. Temen – temen datang dan membantu saya mengurus perceraian dengan surat keterangan tidak mampu karena saya tidak punya uang untuk membayar. Akhirnya saya mendaftar gugatan cerai waktu itu suami masuk penjara dengan kasus perjudian. Tanggal 11 November 2008 saya dinyatakan cerai dari suami..

Hasil dari jualan tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari, saya benar-benar ingin bekerja. Kontrakan rumah dijual pemiliknya dan saya harus mencari tempat tinggal lagi. Saya tidak mungkin kembali ke kampong halaman, karena orangtua sudah meninggal, ikut saudara kandung juga tidak mungkin karena beda kenyakinan. Bersama seorang temen mencari kost 2 hari penuh, semua kost ada penghuninya, ada kost kosong tapi tidak boleh membawa anak, kemana lagi setelah ini, waktu tinggal beberapa jam lagi dan saya harus mengosongkan rumah kontrakan. Hari berikutnya temen saya memberi kabar bahwa saya diterima bekerja sekaligus tempat tinggal sambil bisa mengasuh putri saya, saya menjadi pembantu di rumah bu ”S”. Beban saya berkurang, meskipun tidak pernah membayangkan sebelumnya bisa jadi pembantu, saya ikhlas menjalani, Allahu Akbar, semua saya kembalikan padaNya, Allah pasti akan memberikan saya yang terbaik.

Yang saya inginkan sekarang adalah bersatu lagi dengan anak-anak tercinta. Anak saya yang pertama ikut keluarga mantan suami karena dipandang saya tidak mampu membiayai hidup dan sekolahnya. Hati saya teriris kalau ingat putri saya , dia adalah saksi hidup penderitaan saya selama bertahun-tahun. Yang ke 2 saya ingin bisa baca Al Quran, saya ga mau buta Al Quran.

Ternyata ujian masih harus kujalani majikanku dalam sebulan tidak memberiku waktu untuk libur, aku bekerja dari jam 5.30 wib sampai petang melakukan pekerjaan rumah dan mengasuh anak-anaknya. Karena kecapekan aku tidak sengaja mencampur kerudung dan kain lap, dia marah besar hingga aku merasa tidak sanggup lagi di rumahnya. Aku digaji Rp. 250.000 untuk kerjaku, uang itu kubelikan Pampers dan susu untuk anakku. Kemarahan bu “S” berlanjut pagi itu, Anakku pipis lagi di luar rumah, bu “S” teriak-teriak histeris menghakimi anakku, anakku bengong tidak tahu maksud bu “ S”. Kubawa anakku menyingkir , bu “ S” sangat berlebihan, aku jadi ingat waktu bu “S” menuduh anakku menghilangkan STNK, padahal STNKnya dibawa anaknya yang pertama. Sampai kapankah aku bisa bertahan? Apalagi yang akan terjadi besok ? semua seperti teka-teki bagiku.

Semoga kita dapat mengambil hikmah darinya:

Betapa mahalnya hidayah Islam seperti di dalam QS; Ali Imron 85 : “Barangsiapa menuntut agama selain Islam maka tiadalah diterima daripadanya, sedang di akherat termasuk orang-orang yang merugi “ dan QS; Ali Imron 91 : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati dalam kekafirannya tiadalah diterima dari salah seorang mereka, sepenuh bumi, emas meskipun ditebusi dengan dia, untuk mereka itu siksaan yang pedih dan tak ada bagi mereka orang yang menolong”
Kita bersumpah untuk menjadikan Allah saja sebagai ilah dan Rasulullah SAW sebagai anutan. Sumpah lebih berat dari sekedar pernyataan dan janji. Maka seorang muslim terikat dengan sumpah yang diikrarkannya secara sadar, dengan segenap konsekuensi yang ada di belakangnya. Diantara konsekuensi itu adalah pengamalan kalimat yang secara berulang kita ucapkan dalam shalat :"Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku (hanyalah) untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya" (QS.6:162-163). Jika seorang muslim memegang teguh sumpah ini, maka balasannya adalah surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dengan segala kenikmatan dan kesejahteraan yang dilimpahkan oleh Allah SWT. Jalan menegakkan sumpah ini bukanlah jalan yang mudah dan mulus, melainkan merupakan jalan taqwa yang sukar dan mendaki. Surga tidak diperoleh secara mudah, surga diberikan hanya untuk orang-orang yang telah teruji keimanannya, teruji cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Firman Allah :

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana orang-orang sebelum kamu?…"
(QS.2:214)


" Ya Allah muliakanlah Sodaraku “K” ini, bahagiakan keluarganya, mudahkanlah segala urusannya, teguhkanlah kenyakinannya akan kebesaran dan kekuasaanMu, selamatkan hidupnya di dunia dan akherat, eratkanlah persodaraan kami, amin.

Ikhwah baca juga yang ini



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Home | Gallery | Tutorials | Freebies | About Us | Contact Us

Copyright MTNI ONLINE © 2009 Dakwatuna |Designed by faris vio|Modified by Ismi Ikhwanfillah |Converted to blogger by Team Redaksi Blogger MTNI ONLINE