Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa mati, sedang ia tidak pernah berjihad dan tidak mempunyai keinginan untuk jihad, ia mati dalam satu cabang kemunafikan." Muttafaq Alaihi.

Kepada Tuan Presiden....

Ibnu Katsir mengisahkan tentang keputusan yang diambil Umar bin Abdul Aziz ketika menjadi khalifah. Umar bin Abdul Aziz langsung mengadakan fit and proper test bagi para pejabatnya. “Wahai manusia, barangsiapa yang masih ingin menemani kami (menjadi pejabat pemerintah), maka hendaklah ia menemani kami dalam lima hal. Jika tidak, maka hendaklah ia menjauhi kami (melepaskan jabatan). Pertama, melaporkan kepada kami kebutuhan orang yang tidak bisa melaporkannya langsung kepada kamu. Kedua, membantu kami menjalani kebaikan dengan seluruh tenaga. Ketiga, menunjukkan kepada kami hal-hal baik yang tidak kami ketahui. Keempat, tidak menjelekkan seorang pun di hadapan kami. Kelima, tidak menunjukkan sesuatu yang tidak menjadi perhatian kami,” demikian Umar bin Abdul Aziz bertitah.

Lalu, reshuffle pertama yang ia lakukan adalah, menyingkirkan kumpulan para penyair dari kalangan pejabat pemerintah. Ahli pidato juga termasuk menjadi kelompok yang dieliminasi dari struktur abdi negara. Umar bin Abdul Aziz mempertahankan ahli fiqih dan pejabat-pejabat yang dikenal hidup zuhud selama ini. Kepada mereka Umar bin Abdul Aziz selalu meminta pertimbangan atas semua permasalahan yang akan diputuskan. Sang khalifah tidak pernah mengambil keputusan tanpa mengumpulkan ahli fiqih dan pejabat-pejabat zuhud yang diangkat menjadi teman dan pembantunya.

Kekuasaannya tak lama. Hanya sekitar dua tahun lima bulan saja. Tapi dalam waktu sesingkat itu, ia memerintah dengan sangat adil dan bijaksana, hingga kesejahteraan bukan saja menjadi milik penduduk yang dipimpinnya, tapi juga dirasakan oleh srigala-srigala di hutan yang tak pernah merasa kelaparan.

Dengan sangat tegas, saya ingin membandingkan kepemimpinan sang khalifah dengan kepemimpinan nasional hari ini di Indonesia. Dengan sangat tegas, saya meminta kita semua menarik garis lurus perbandingan tanpa harus membuat alasan pemakluman. Dengan sangat tegas, saya berharap kita semua kisah ini jangan dianggap dongeng semata dan berlalu tanpa hikmah.

Jika hendak mencari alasan pemakluman, sungguh kita akan mendapatkan selaksa alasan. Dan jika kita menolak untuk dibandingkan, kita juga akan menemukan sejuta kilah untuk memperkuat hujjah.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kini masuk pada lima tahun kedua masa pemerintahannya. Apa kenyataan yang kita dapatkan?

Kasus-kasus besar tentang pelanggaran hukum dan penyelewengan kekuasaan semakin gamblang dan terang. Korupsi bukan kepalang jumlahnya. Memang terungkap dan menjadi isu besar yang coba untuk ditangani. Tapi bukan itu saja masalahnya, para pembantu presiden sendiri yang terjerat isu sumir tentang ini. Seharusnya tidak terjadi.

Semua pembantu presiden, seolah berlomba-lomba membela dan menjelaskan kata demi kata ucapan yang didengar sendiri oleh rakyatnya. Seharusnya tanpa penerjamahan ulang dan juga tanpa jurubicara. Menkominfo berubah fungsi, juga menjelaskan persepsi presiden. Menpora juga demikian, mungkin masih belum bisa melepaskan kebiasaan jabatan sebelumnya. Bahkan setingkat Menko Polhukam juga melakukan hal yang sama.

Tentang gaya hidup, sudahlah, jangan dibahas dan ditanya. Tentang menyenangkan hati penguasa, juga jangan didibicarakan lagi, sudah sangat kasat mata.

Al Marwazi pernah menceritakan, ketika baru menjabat sebagai khalifah panglima dan pemimpin pasukannya menghadap Umar bin Abdul Aziz. Mereka menawarkan agar sang khalifah menggelar pawai pasukan di hadapannya lengkap dengan persenjataan mereka. “Tidak usah. Apa bedanya aku dengan kalian? Aku hanyalah seorang laki-laki dari kaum Muslimin!” tandas khalifah menolak usulan pamer kekuatan.

Tuan presiden, apa bedanya Anda dengan kami? Anda juga seorang warga negara Indonesia biasa, yang hari ini mendapat amanah berat melebihi warga yang lainnya. Terlebih lagi, Anda juga seorang laki-laki di antara kaum Muslimin yang kelak juga akan berdiri di depan Allah SWT untuk diadili seadil-adilnya.

Tidak perlu meminta semua yang istimewa, tapi lakukan semua dengan cara dan hasil istimewa. Ingatlah kisah tentang sang khalifah, yang tak punya anggaran untuk membeli anggur buat dirinya. Dan dengan ringan dia menjawab tentang hal ini, “Ini lebih ringan daripada harus menanggung rantai dan belenggu-belenggu berat kelak di neraka jahanam!”

Herry Nurdi
http://sabili.co.id/

Ikhwah baca juga yang ini



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Home | Gallery | Tutorials | Freebies | About Us | Contact Us

Copyright MTNI ONLINE © 2009 Dakwatuna |Designed by faris vio|Modified by Ismi Ikhwanfillah |Converted to blogger by Team Redaksi Blogger MTNI ONLINE